Jumat, 24 April 2015

Kagum

Mungkin ia hanya seseorang dari masalalu saya. Satu pertanyaan darinya sepuluh tahun yang lalu yang belum saya jawab hingga hari ini. Ketika itu lingkungan sekitar, termasuk saya hanya memandangnya sebelah mata. Ia hanya terlihat seperti anak laki-laki yang sulit mengikuti aturan, dalam batas pandangan pun ia tampak tak begitu punya banyak teman. Ketika itu juga, terpaksa saya harus menyembunyikan kekaguman saya terhadapnya, saya terlanjur malu mengakuinya.

Bertahun berlalu, entah apa yang membawanya hadir kembali disini. Itu sudah sekitar satu tahun yang lalu, pesan singkat darinya masuk. Ia hadir ketika saya dalam situasi yang amat sulit. Pandangan terhadapnya ketika itu tidak jauh berbeda dari bertahun-tahun yang lalu, siapa sangka beberapa kali terlibat perdebatan suatu perkara, membuka sudut pandangku yang lain tentangnya, sesuatu yang menjadi jawaban atas pertanyaan saya selama ini, bahwa ia pantas untuk dikagumi.

Coba lihat cara berfikirnya, cara ia menganalisa suatu hal, entah ada apa lagi isi dalam kepalanya. Belum lagi ada sejuta bakat terpendam dalam dirinya, saya pernah bertanya "bakat mana yang kan kau gunakan untuk membuat hidupmu sukses?"
Ia memilih untuk mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya. Ada lebih dari sepuluh yang ia sebutkan, entah saya sampai tak ingat satu per satu, tapi ada satu bidang yang menggelitik, ia tertarik tentang kuliner.

Ia mahir dalam bermusik, bermain beragam alat musik, membuat dan meng-aransemen lagu, melukis (yang sekarang tengah ia geluti maveless), design seperti design interior dan lainnya, fotografi, proses pembuatan film dll, belum lama ini ia bilang mau mempelajari seni pahat. Serta ia mengagumi ilmu astronomi, sejarah, politik, dll. Tapi tentang kuliner saya baru mengetahuinya. Beberapa tokoh yang ia kagumi Adolf Hitler, pelukis-pelukis ternama seperti Leonardo Da Vinci, Michel Angelo, dll. Ketika ia mengagumi sesuatu bidang atau seseorang ia tak pernah setengah-setengah mempelajarinya. Belum lagi ia sering menggunakan bahasa asing seperti inggris dan german. Saya tak pernah tahu ia mempelajarinya darimana.

Ia punya cara untuk menilai seseorang, jika ia mulai bertanya untuk mengetahui pandangan orang tentang suatu hal, itu artinya ia mulai menilai orang dari jawaban yang mereka kemukakan tentang hal tersebut. Artinya meski itu bukan pertanyaan logika yang memiliki jawaban pasti seperti satu ditambah satu sama dengan dua, tapi ia sudah menggenggam sebuah jawaban yang ia anggap tepat.

Ia sedikit senang akan pujian, saya fikir itu manusiawi terlebih memang hasil yang ia kerjakan selalu baik bahkan sangat baik. Mencoba memerankan peran saya dengan baik ketika ia mulai lupa akan daratan, sedikit mengingatkan dan ia pun sepertinya senang untuk diingatkan.

Baru kali ini saya mendengar ia menyebutkan satu kalimat dengan embel-embel "cuma kamu...", entah apa maksud dari perkataannya, teringat sekitar tujuh sampai delapan bulan yang lalu, kita sudah hampir sangat dekat, tapi aku memutuskan untuk menjauh, karna ia belum 'berniat' untuk menikah dalam waktu satu atau dua tahun kedepan. Apapun adanya nanti, dia sudah beri kepastian, kita tetap berteman.

Hanya dia yang tak pernah bisa saya tebak jalan fikirannya. Meski seringnya saya terlihat bodoh di hadapannya, tak apa, saya tetap mengaguminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar